Selasa, Februari 03, 2009

"Cukup Itu Berapa?" Sebuah Renungan

Alkisah,
Seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib.
Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya. Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kayaraya seberapapun yang diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata "cukup".
Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya. Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu. Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubug mungilnya untuk disimpan disana. Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya. Masihkurang! Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Belum cukup, dia membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata cukup.
Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata"cukup". Kapankah kita bisa berkata cukup? Hampir semua pegawai merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya. Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih dibawah target.I stri mengeluh suaminya kurang perhatian. Suami berpendapat istrinya kurangpengertian. Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati.S emua merasa kurang dan kurang.
Kapankah kita bisa berkata cukup?
Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya. Cukup adalah persoalan kepuasan hati. Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri. Tak perlu takut berkata cukup. Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.
"Cukup" jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri. Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima, bukan apa yang belumkita dapatkan. Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup.
Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.
Pada umumnya semua manusia tidak akan pernah merasa cukup Untuk masalah materi, coba perhatikan apakah orang-orang yg melakukan korupsi berada dalam kondisi kekurangan/miskin secara materi?
Sebenarnya kemampuan manusia dalam hal untuk mendapatkan dan menikmati sesuatu itu terbatas seperti titik yg berada dalam sebuah kotak.
Tapi angan-angan dan keinginannya bisa menembus jauh ke luar kotak.

Seseorang bisa menjadi orang terkaya, tetapi tetap saja tidak selamanya karena umurnya yang akan membatasi.
Atau mempunyai puluhan mobil mewah, tetap saja untuk menikmatinya hanya bisa satu mobil saja, karena tidak memungkinkan naik semua mobil secara bersamaan.

Sebaliknya, kebanyakan manusia telah merasa cukup dengan apa yang ada pada dirinya untuk jalan menggapai ridloNya.

Banyak orang yang telah merasa cukup dengan ilmu agama yg telah dimilikinya sehingga menganggap tidak perlu menambah ilmunya lagi, baik melalui pengajian, ceramah, kajian kitab dan kegiatan lainnya yg bisa menambah ilmu. Kita sudah merasa cukup dgn amalan yg selama ini dilakukan untuk menggapai ridloNya dan berkeyakinan bisa masuk surga.

Karena itu enggak pernah belajar dan mengevaluasi bagaimana dgn amalan ibadah yg telah dilakukannya, apakah ibadahnya telah dilakukan sesuai dengan tuntunan RosulNya?apakah ibadahnya telah dilakukan dengan dengan derajat ikhlas dan ihsan.

Ibadah kita yg dilakukan dgn asal-asalan tapi mengharap RidloNya.
Boleh jadi sudah dilakukan dgn penuh kekhusuan, ikhlas dan ihsan tapi ternyata tidak sesuai dgn tuntutan RosulNya atau sebaliknya.

Di sisi lain, Nabi Muhammad SAW selaku tuntunan umat akhir zaman yang Allah telah mengampuni dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang, melakukan istighfar minimal 70 kali dalam sehari semalam.
Juga menjadi bengkak-bengkak kaki beliau karena seringnya berdiri untuk melakukan qimullail, artinya betapa panjang bacaan yg beliau bacakan selama sholat tsb.

Kalau kita, jangankan hafal qur’an 30 juz, hafal juz 30 saja sdh bagus.
Padahal dibelahan lain, ada puluhan ribu atau ratusan ribu orang hafal Al-Qur-an walau masih anak-anak.

Kita sudah merasa cukup dgn hafalan yang ada tanpa ada rasa malu, padahal begitu banyak waktu yang tersia-siakan oleh kita.
Kita sudah merasa cukup untuk melakukan kebaikan-kebaikan sehingga tidak perlu ada peningkatan lagi.
Diposting dari e-Mail Teman...

1 komentar: